BAB I
PEMBAHASAN
A. HAKIKAT LEMBAGA SOSIAL
1.
Pengertian Lembaga Sosial
Istilah institusi atau lembaga sosial
merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris “social institution”. Di dalam kata institusi terkandung dua unsur
pengertian sekaligus, yaitu (a) serangkaian nilai dan norma-norma sosial, serta
(b) struktur dan susunan sosial. Para pakar cenderung mengartikan istilah institution menurut pertimbangan aspek
mana yang hendak diutamakan. Soerjono
Soekanto (1982) misalnya, lebih suka menerjemahkan istilah social institution sebagai lembaga
kemasyarakatan atau lembaga sosial.
Koentjaraningrat (Soekanto, 1982),
dilain pihak, lebih mengutamakan aspek sistem norma dari institusi sosial.
Horton & Horton (1983:41) juga
mendefenisikan lembaga sosial sebagai sistem norma-norma sosial dan
hubungan-hubungan yang terorganisir, yang menyatukan nilai-nilai dan
prosedur-prosedur tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
2.
Ciri-ciri Lembaga Sosial
Setiap lembaga sosial setidaknya
memiliki enam ciri (Soekanto, 2002). Keenam ciri tersebut meliputi:
- Merupakan kesatuan fungsional dari berbagai unsur kebudayaan. Ia merupakan organisasi dari pola-pola pemikiran dan pola perikelakuan, yang terwujud dalam aktivitas-aktivitas kemasyarakat dan hasil-hasilnya.
- Terbentuknya dalam waktu yang lama dan umumnya bertahan dalam waktu yang lama pula.
- Mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Ada arah tertentu yang ingin dicapai melalui lembaga sosial tersebut.
- Mempunyai alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan dari lembaga sosial tersebut.
- Memiliki lambang-lambang yang merupakan ciri lembaga sosial tersebut.
- Memiliki tradisi yang tertulis atau tidak tertulis. Dalam hal ini, ada nila-nilai atau norma-norma tertentu yang yang diikuti untuk mewujudkan tujuan dari lembaga tersebut.
3.
Fungsi Lembaga Sosial
Ada banyak lembaga/institusi sosial
yang terdapat dalam masyarakat kita, seperti media massa, pemerintah, ekonomi,
keluarga, dan sebagainya.
Oleh karena itu, Macionis (1998) menyebutkan bahwa ada lima tugas pokok
lembaga-lembaga atau institusi-institusi sosial sebagai berikut ini.
- Penggatian Personil
Setiap kelompok atau masyarakat harus menggantikan
personil anggotanya yang meninggal, pergi, atau tak mampu berfungsi lagi.
- Mengajar Anggota Baru
Tak ada satu kelompok pun yang dapat bertahan, jika para
anggotanya menolak perilaku kelompok yang sudah mapan dan memikul tanggung
jawab kelompok.
- Menghasilkan dan Mendistribusikan Barang dan Jasa
Setiap kelompok yang relatif permanen atau masyarakat,
harus menyediakan dan mendistribusikan barang dan jasa yang diinginkan oleh
anggotanya.
- Memelihara Ketertiban
Setiap masyarakat harus mampu memelihara ketertiban dan
melindungi diri dari serangan pihak lain.
- Menyediakan dan Memelihara Kesadaran akan Tujuan
Orang harus merasa termotivasi untuk terus menjadi
anggota masyarakat, guna memenuhi hal-hal tersebut di atas.
Jadi, setiap institusi memiliki fungsi masyarakat.
Fungsi institusi itu ada yang bersifat menifes ada pula yang bersifat laten. Fungsi Manifes adalah fungsi yang
jelas, tampak, disengaja, dan diakui. Sedangkan Fungsi Laten adalah fungsi yang tidak tampak, tidak disengaja, dan
mungkin tidak diakui.
Fungsi manifes institusi militer adalah sebagai alat
pertahanan keamanan negara. Fungsi latennya dapat berupa mendidik generasi
muda, menyediakan pekerjaan, mendorong penelitian dibidang persenjataan, dan
sebagainya.
Fungsi manifes institusi pendidikan adalah mendidik
generasi muda, sedangkan fungsi latennya antara lain adalah mencegah agar para
siswa tidak menjadi buruh/pekerja anak-anak.
4.
Tipe Lembaga Sosial
Lembaga sosial bisa dikelompokkan
dalam berbagai tipe. Hal itu, tergantung dari kriteria yang digunakan untuk
melakukan pengelompokkan itu. Sedikitnya, ada lima kriteria yang bisa digunakan
untuk mengelompokkan tipe lembaga sosial. Kelima kriteria tersebut meliputi
perkembangannya, sistem nilainya, tingkat penerimaan masyarakat, penyebarannya,
dan fungsinya.
Berdasarkan kriteria proses
perkembangannya, lembaga sosial bisa dibedakan ke dalam cresive institutions dan enacted
institution. Cresive institutions merupakan lembaga sosial yang secara tak
disengaja muncul dari adat istiadat masyarakat. Sedangkan enacted institution merupakan
lembaga sosial yang sengaja dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu.
a. Berdasarkan kriteria sistem nilai, dikenal adanya basic
institutions dan subsidiary
institutions.
b. Apabila dilihat berdasarkan kriteria tingkat penerimaan masyarakat,
dapat dibedakan antara social sanction institutions dan
unsanction institutions.
c. Berdasarkan kriteria penyebarannya, bisa dibedakan antara general
institutions dan restricted institutions.
d.
Berdasarkan kriteria fungsinya,
terdapat lembaga sosial operative institutions dan regulative
institutions.
B. JENIS-JENIS LEMBAGA SOSIAL
1.
Lembaga/Institusi Keluarga
Keluarga adalah kelompok orang yang
secara langsung dihubungkan oleh
hubungan-hubungan kekeluargaan, di dalamnya anggota yang dewasa mempunyai
tanggung jawab untuk memelihara anak-anak (Giddens. 1993: 390). Ada pula yang
mendefenisikan keluarga sebagai kelompok, yang terdiri atas para orang tua dan
anak-anak mereka (Johnson, 1986: 463).
Namun, Johnson juga mengingatkan bahwa di Israel, “kibbutz” atau
masyarakat secara keseluruhan berfungsi sebagai keluarga sehingga semua wanita
mempunyai tanggung jawab berasama untuk memelihara anak-anak.
1.1. Jenis-Jenis Keluarga
Menurut Sunarto (2004: 63) dalam sosiologi keluarga biasanya dikenal
pembedaan antara keluarga bersistem konsanguinal
dan keluarga bersistem konjugal.
Pembagian tipe keluarga yang lain
lagi ialah keluarga batih (nuclear family) dan keluarga luas (extended
family).
1.2. Aturan-Aturan Tentang
Keluarga
Ada aturan mengenai asal jodoh, orang
yang boleh atau tidak boleh dinikahi, jumlah orang yang boleh atau tidak boleh
dinikahi, jumlah orang yang boleh dinikahi pada waktu yang sama, menentukan
garis keturunan, tempat tinggal setelah menikah, dan sebagainya.
a.
Tentang asal jodoh dalam
hubungan perkawinan, ada dua jenis aturan, yaitu eksogami (exogamy) dan endogami (endogamy).
b.
Tentang siapa yang boleh atau
tidak boleh dinikahi, hampir semua masyarakat melarang hubungan perkawinan
dengan keluarga yang sangat dekat, seperti perkawinan seorang anak dengan salah
seorang orang tuanya atau perkawinan antara saudara kandung.
c.
Tentang jumlah orang yang boleh
dinikahi pada waktu yang sama, terdapat aturan monogami (perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan) dan poligami (perkawinan
antara seorang laki-laki dengan beberapa perempuan pada waktu yang sama, atau
antara seorang perempuan dengan beberapa orang laki-laki pada waktu yang sama).
d.
Di samping itu, dikenal juga
adanya perkawinan kelompok (group marriage), yaitu perkawinan antara
dua orang laki-laki atau lebih dengan dua orang perempuan atau lebih pada waktu
yang sama).
e.
Tentang penentuan garis
keturunan, terdapat aturan matrilineal,
patrilineal, dan bilateral.
f.
Tentang di mana seharusnya
pasangan baru menetap setelah menikah, terdapat aturan patriolokal, matrilokal, bilokal, dan neolokal.
g.
Di samping itu, Sunarto (2004: 65) mencatat adanya
sistem matri-patriolokal, di mana
pasangan itu mula-mula menetap bersama keluarga pihak isteri, tetapi kemudian
mereka menetap bersama keluarga pihak laki-laki. Ada pula sistem patri-matri-lokal, di mana pasangan yang
baru menikah semula menetap di keluarga pihak laki-laki dan kemudian pindah ke
keluarga pihak perempuan. Ada pula sistem avunkulokal
yang merupakan suatu pola matrilineal.
1.3. Fungsi Keluarga
Horton & Hunt (1984: 238-242)
menyebut adanya tujuh fungsi keluarga, yaitu pengaturan seks, reproduksi,
sosialisasi, afeksi, definisi status, perlindungan, dan ekonomi. Sedangkan Johnson (1986: 463-464) menyebut adanya
enam fungsi pokok keluarga, yaitu pengaturan seks, reproduksi, perlindungan,
sosialisasi, penyediaan barang dan jasa, serta sumber status.
a.
Keluarga berfungsi mengatur
perilaku seksual dengan membatasi siapa boleh berhubungan seksual dengan siapa.
Prinsip incest taboo di atas
merupakan salah satu bentuk dari fungsi ini.
b.
Keluarga juga bersifat untuk
reproduksi atau pengembangan keturunan. Norma-norma, nilai-nilai, dan
kepercayaan-kepercayaan keluarga akan menentukan jumlah anak yang dilahirkan
dari sebuah keluarga.
c.
Keluarga juga berfungsi
memberikan perlindungan kepada anggotanya, baik perlindungan fisik maupun yang
bersifat kejiwaan.
d.
Keluarga merupakan lembaga
sosialisasi utama, yang bertanggung jawab untuk mengajar anggota baru
masyarakat tentang apa yang harus mereka ketahui agar dapat berpartisipasi
dalam kehidupan masyarakat.
e.
Keluarga juga menjalankan
berbagai fungsi ekonomi, seperti produksi, distribusi, dan konsumsi
barang-barang.
f.
Keluarga memberikan status pada
anak-anaknya, terutama status sosial yang diperoleh (ascribed status), seperti ras, kesukuan dan kelas sosial.
g.
Menurut Horton & Hunt, keluarga juga mempunyai fungsi afeksi, dimana
keluarga memberikan cinta kasih pada seorang anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar